Bandarlampung, Lampung Update — Rapat Koordinasi antara Masyarakat Lampung Anti-LGBT (LA-LGBT) dan Ketua DPRD Provinsi Lampung dalam rangka pengusulan Peraturan Daerah (Perda) Anti-LGBT berlangsung sukses, Senin (21/7/2025) di Ruang Rapat Komisi DPRD Provinsi Lampung. Pertemuan ini dihadiri langsung oleh Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar, SE., MBA dari Fraksi Gerindra dan anggota DPRD Syukron Muchtar, LC., M.Ag dari Fraksi PKS.
Tradisi pesantren: kajian pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia
Sementara dari pihak LA-LGBT hadir Koordinator Umum Habib Umar Assegaf bersama 27 anggota pengurus. Dalam berbagai hal, Habib Umar menegaskan urgensi gerakan ini sebagai respons atas fenomena maraknya LGBT yang dinilai mencederai norma agama, adat, dan budaya masyarakat Lampung.
“LGBT ini bukan hanya bermaksud jahat, tapi menjijikkan. Maka sejak tanggal 25 Juni 2025, kami mendeklarasikan berdirinya LA-LGBT di Gedung Dewan Dakwah,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa LA-LGBT telah menggelar Musyawarah Akbar pada 3 Juli 2025 di Gedung Darmajaya yang dihadiri berbagai organisasi Islam seperti TP Sriwijaya, Persis, Ikadi, GPMI, serta sejumlah pondok pesantren dan tokoh masyarakat.
“Gerakan kami bukan sekedar protes. Kami sudah melakukan patronasi ke MUI, Muhammadiyah, NU, dan berbagai tokoh serta ormas Islam di kabupaten-kabupaten. Posko utama kami ada di Hajimena, Lampung Selatan, dan kami juga aktif di Lampung Timur serta Pringsewu,” imbuhnya.
Hj. Nurhasanah, SH., MH., Ketua Pengda TP Sriwijaya Provinsi Lampung sekaligus salah satu koordinator LA-LGBT, menegaskan bahwa situasi di Lampung sudah darurat dan memerlukan tindakan hukum yang tegas.
“Kami ingin Raperda ini segera disahkan. Ini bukan sekedar regulasi, tapi bentuk penyelamatan generasi. Kami dari TP Sriwijaya siap mengawali hingga tuntas,” tegas politisi senior PDI Perjuangan yang juga mantan Ketua DPRD Lampung tersebut.
Misbahul Anam, MH, selaku Koordinator Bidang Hukum LA-LGBT, menegaskan bahwa perjuangan mereka bukanlah bentuk kebencian pribadi, melainkan upaya membentengi nilai dan norma bangsa dari arus balik peradaban yang dianggap destruktif.
“Ini bukan perburuan manusia. Ini perlawanan terhadap ancaman sistemik terhadap moral masyarakat. LGBT kini tak lagi bergerak diam-diam, tapi sudah terang-terangan,” tegasnya.
Ia mengungkap sejumlah fakta sosial seperti pesta sejenis di hotel berbintang, grup digital dengan puluhan ribu anggota, serta meningkatnya kasus HIV/AIDS akibat Lelaki Seks Lelaki (LSL) yang tercatat di BPS.
Misbahul mendesak agar Divisi Hukum LA-LGBT dilibatkan aktif dalam pembahasan Raperda dan berharap regulasi ini segera diterbitkan.
Tiga perwakilan dari PWM Muhammadiyah Lampung yakni H. Bejo Susanto, M.PdI, Suminto Harsono, SH., MH, dan Rohmat Santoso, SPdI., menyatakan bahwa Muhammadiyah dari pusat hingga gembar-gembor satu suara mendukung LA-LGBT.
“Kami menyetujui draf hukum LA-LGBT untuk dimasukkan ke dalam Raperda,” ujar Bejo.
Ustaz Dr.Ir. H. Firmansyah Alfian, MBA., MSc, salah satu koordinator LA-LGBT, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas sikap terbuka seluruh Fraksi DPRD terhadap usulan ini.
“Kami mendorong adanya regulasi yang tidak hanya represif, tapi juga edukatif. Kita perlu preventif, pendidikan seks berbasis norma, dan rehabilitasi terhadap korban LGBT,” kata Firmansyah.
Arif Sanjaya dari Divisi Edukasi dan Kebudayaan LA-LGBT menyampaikan kekhawatirannya tentang potensi penyusupan pelaku LGBT dalam ajang-ajang budaya seperti pemilihan Muli Mekhanai. Ia juga meminta perhatian terhadap aktivitas LGBT di angkringan dan kafe yang dianggap sebagai titik rawan.
“Dalam hukum adat Lampung, pelanggaran syariat wajib diasingkan. Kita perlu awasi titik-titik rawan itu,” katanya.
Dukungan juga datang dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang mewakili Imam Asrofi. Ia menyatakan bahwa DMI secara institusi sangat mendukung lahirnya Perda Anti LGBT di Lampung.
Senada, Ustaz Edi mengingatkan pentingnya peran pemimpin dalam gerakan amar makruf nahi munkar. “Gerakan ini akan berlangsung terus menerus, perlu Satgas dan program konkret untuk mewujudkan gerakan LGBT yang didukung secara global,” ungkapnya.
Hj. Nilla Nargis, SH., M.Hum dari Divisi Edukasi dan Kebudayaan LA-LGBT menegaskan bahwa simbol pelangi sebagai ciptaan Tuhan tak sepantasnya digunakan sebagai lambang komunitas LGBT. “Pelangi itu suci dan indah, jangan dinodai,” ujarnya.
Ia juga meminta agar Perda yang disusun memiliki redaksi hukum yang tegas, tidak multitafsir, dan mampu menjadi rujukan kuat.
Syukron Muchtar, LC., M.Ag dari Fraksi PKS DPRD Lampung mendukung penuh perjuangan LA-LGBT. “Ini soal akal sehat. Apapun agamanya, sukunya, pasti menolak perilaku LGBT. Kita perlu membentuk gerakan lintas agama agar semakin kokoh,” serunya.
Ketua DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Giri Akbar menyatakan komitmen kuat lembaganya dalam mendukung pembentukan Perda Anti LGBT.
“Ini kewajiban bersama semua pihak. DPRD siap melibatkan Divisi Hukum LA-LGBT dalam pembahasan Raperda. Mari kita jaga Lampung dari degradasi moral dan sosial,” tegasnya.(**)



















